Selasa, 09 Oktober 2007

ATURAN HARUS MENGABDI MANUSIA

Oleh: Yohanes Agus Setyono CM


Konsolidasi dan aksi menuntut kenaikan UMK tahun 2007 sudah beberapa kali dilakukan oleh pelbagai aliansi serikat pekerja. Tetapi sampai detik ini pemerintah daerah dan propinsi belum menunjukkan tanda-tanda niat baiknya untuk mendengarkan tuntutan itu. Belum adanya kesepakatan dialog itu terjadi karena masing-masing pihak cenderung bertahan pada posisi dan prinsipnya masing-masing. Pihak buruh berpendapat bahwa penentuan UMK tahun 2007 masih di bawah standart kehidupan layak. Sementara pemerintah mengklaim bahwa keputusan mengenai UMK tahun 2007 sudah diambil berdasarkan prosedur dan aturan yang benar. Bertolak dari pengakuan pihak pemerintah ini, kemudian pihak buruh mempertanyakan soal validitas hasil survey UMK tahun 2007. Pihak buruh berpendapat bahwa hasil survey yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan tingkat daerah tidak valid. Pendapat ini muncul karena pihak buruh berhasil menemukan pelbagai macam kejanggalan dalam proses survey, mulai dari soal waktu yang terlalu singkat, banyak point-point kebutuhan yang tidak disurvey, sampai pada proses survey yang dilakukan secara tertutup. Aneka temuan ini, rupanya tidak membuat pihak pemerintah berusaha merubah sikapnya. Malahan mereka menegaskan bahwa hasil survey itu valid, bukan hanya karena prosesnya yang sudah sesuai aturan, melainkan juga karena sudah dilakukan dan diputuskan oleh unsur-unsur yang harus ada dalam Dewan Pengupahan, yaitu unsur pemerintah, buruh, dan pengusaha.

Di luar perbebatan di atas saya ingin menyodorkan fakta yang lain, yaitu kesaksian seorang hidup seorang teman. Setelah lima tahun bekerja di sebuah pabrik sepatu di kawasan Surabaya Utara, Sumirah tetap saja menempati kamar kost 2 x 2,5 meter, dan tak memiliki apa-apa juga dikampungnya. Keadaan buruh yang satu ini membangkitkan pertanyaan, apa yang menyebabkan kehidupannya sama sekali tak berubah. Orang bisa mengadilinya dengan malas, tak mau menabung, mungkin untuk foya-foya, dan sebagainya. Jawaban atas semua pertanyaan itu adalah pada kenyataan yang ia pertanyakan balik, "Uang 315.000 sebulan saat ini dapat apa Mas?" Sumirah hanya salah satu dari ribuan buruh Surabaya yang tak pernah menyentuh angka Upah Layak. la masuk kerja 5 tahun lalu dengan upah 8.000 per hari, berarti 208.000 per bulan. Kini ia menyentuh 12.120 per hari. la memaksa cukup hidup dengan angka tersebut sebagai uang makan, uang kost, uang untuk berpakaian, dana beli bedak seadanya. Bisa dimengerti kalau ia tak pernah membuktikan janjinya pada keluarga untuk mengirimkan sedikit biaya sekolah 3 adiknya di kampung. Ribuan buruh hidup jauh dibawah standart hidup layak.

Hukum dan nilai martabat manusia

Dengan dua fenomena di atas saya ingin mengatakan satu hal, yaitu soal martabat manusia di hadapan hukum dan aturan. Ada pepatah yang mengatakan “hukum dibuat untuk manusia, dan bukan manusia untuk hukum.” Hidup manusia tidak bisa dilepaskan dari hukum. Itu jelas. Karena tanpa hukum, apa yang disebut dengan tata hidup bersama, dengan segala aspek yang menyertainya, pasti tidak akan jalan. Akan tetapi kalau manusia terlalu terpaku pada hukum dan aturan , maka tata hidup bersama pun juga tidak akan jalan. Hukum dan aturan tidak pernah dibuat demi hukum itu sendiri. Sebaliknya Hukum dan aturan harus selalu merujuk pada nilai-nilai martabat manusia. Oleh karena itu, ketika sebuah produk hukum atau aturan ternyata malah menindas, tidak adil, dan memandang rendah manusia, maka adalah hak setiap manusia untuk melawannya.

Logika pemerintah

Sekarang marilah kita membandingkan logika hukum seperti yang saya paparkan di atas dengan logika hukum yang diterapkan oleh pemerintah: sebuah keputusan dikatakan valid kalau berdasarkan prosedur (survey). Nilai UMK 2007 sudah dilakukan dengan mengikuti prosedur. Kesimpulannya, penetapan nilai UMK 2007 adalah valid. Logika pemerintah ini sama halnya dengan logika berikut ini: kalau hujan, maka tanah-tanah akan basah. Hari ini tanah-tanah basah. Kesimpulannya, hari ini telah turun hujan. Apakah menurut anda kesimpulan ini benar?

Dengan logikanya, pemerintah sebenarnya telah membuat kesalahan yang sangat fatal. Itu terjadi karena pemerintah hanya mendasarkan keputusannya pada tataran aturan atau prosedur yang ada, terlepas apakah aturan atau prosedur itu sesuai dengan fakta atau tidak.


Tidak ada komentar: